Pasien Covid-19 Anak Berisiko Tinggi Alami Kematian. Wajib Waspada!
Hingga kini, gejala berat, bahkan kematian pun semakin tinggi – terutama, bagi anak.
Sebuah studi yang dilakukan oleh RSCM Jakarta menungkapkan bahwa pasien anak-anak yang terinfeksi virus corona, memiliki risiko kematian yang tinggi, dibandingkan dengan pasien dengan penyakit penyerta – alias punya komorbid.
Disebutkan bahwa sebagian besar pasien anak-anak yang meninggal, umumnya memiliki komorbid. Tidak hanya satu penyakit penyerta saja, namun lebih. Misalnya, kebanyakan pasien dengan gagal ginjal, dan pasien dengan keganasan.
Covid-19 Pada Anak: Punya Risiko Kematian Lebih Tinggi
Credit Image - kompas.com
Penelitian yang dilakukan pada periode Maret hingga Oktober 2020 silam – dengan jumlah pasien anak yang diteliti sebanyak 490 anak dalam perawatan Covid-19, menyebutkan bahwa pasien anak memiliki risiko kematian yang lebih tinggi.
Hasil penelitian ini juga telah diterbitkan dalam International Journal of Infectious Diseases dengan judul 'Mortality in children with positive SARS-CoV-2 polymerase chain reaction test: Lessons learned from a tertiary referral hospital in Indonesia'.
Meski demikian, dilansir dari CNN Indonesia, disebutkan bahwa risiko anak untuk terinfeksi dan sakit akibat Covid-19 terbilang cukup rendah. Kalaupun tertular, pasien anak cenderung tidak bergejala, maupun biasanya hanya mengalami gejala ringan saja.
Tapi tetap, tidak menutup kemungkinan kalau pasien anak dapat mengalami gejala berat. Dalam kasus ini, risiko kematian bahkan lebih tinggi. Biasanya, kemungkinan buruk tersebut dialami oleh pasien yang memiliki komorbid, atau anak yang kurang gizi.
Gejala Covid-19 pada Anak yang Wajib Diwaspadai
Credit Image - sonorabali.com
Meski anak-anak cenderung tidak mengalami gejala apapun, namun setidaknya ada sejumlah indikasi yang perlu diketahui.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Imperial College London, disebutkan ada beberapa gejala pada anak-anak dan remaja – tetapi, tidak dialami oleh pasien Covid-19 dewasa. Studi tersebut juga menyebutkan, bahwa anak usia 5-17 tahun umumnya tidak anosmia.
Di rentang usia tersebut, kemungkinan besar anak mengalami gejala sakit kepala – setelah sudah terinfeksi virus. Peneliti pun telah menganalisis data lebih dari satu juta sampel pasien di bulan Juni 2020 hingga Januari 2021.
Hasilnya, terungkap bahwa sebanyak 52 persen anak usia sekolah yang terinfeksi – tidak menunjukkan gejala seperti orang dewasa. Adapun gejala yang justru dialami, yaitu:
- Kelelahan
- Sakit kepala
- Demam
- Sakit tenggorokan
- Kehilangan selera makan
- Ruam kulit tidak biasa
Orangtua Juga Perlu Terapkan Langkah Pencegahan Ini!
Credit Image - health.detik.com
Untuk menghindari anak terinfeksi virus corona, orangtua perlu mengajak anak lakukan protokol kesehatan 5M – yang meliputi, memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas.
Lalu, jaga selalu kesehatan tubuh dan imunitas si kecil – dengan mengajak anak hidup sehat, seperti memberi makanan bergizi dan bernutrisi, rutin melakukan aktivitas fisik, dan istirahat yang cukup.
Optimalkan hidup sehat anak dengan rutin Enervon-C Plus Sirup. Multivitamin andalan ini mengandung Vitamin A, Vitamin B Kompleks (Vitamin B1, Vitamin B2, Vitamin B6, Vitamin B12), Vitamin C, dan Vitamin D – multivitamin anak andalan ini bisa bantu penuhi nutrisi selama masa pertumbuhan anak, sekaligus jaga imunitasnya.
Yang perlu juga diketahui, orang dewasa pun berperan penting dalam penularan virus kepada anak, sementara anak-anak akan menularkan ke sesamanya dalam level yang moderat. Selain itu, kecenderungan level penularan tinggi juga dapat tergantung dari usia anak.
Jadi, langkah pencegahan yang tepat, termasuk menjaga imunitas anak merupakan cara terbaik untuk mengurangi risiko terinfeksi virus.
Featured Image - voi.id
Source - cnnindonesia.com