Waspada! 1 dari 7 Anak dan Remaja Berisiko Long Covid
Memang, infeksi virus corona Covid-19 dapat menyerang siapa saja tanpa memandang bulu. Mulai dari anak-anak, remaja, orang dewasa, hingga lansia berisiko terpapar virus berbahaya tersebut. Sejak berlangsung di tahun 2020 silam, WHO menyebutkan bahwa tingkat kematian anak akibat virus corona di Indonesia termasuk salah satu yang tertinggi di dunia.
Tak hanya itu, berdasarkan ebuah riset disebutkan bahwa anak-anak juga berisiko tinggi mengalami gejala berkepanjangan – atau disebut juga sebagai long Covid. Lalu, bagaimana dengan hasil studi tersebut?
Berikut ini ulasan lengkapnya.
Apa Itu Long Covid?
Credit Image - klikdokter.com
Sebelum memasuki hasil studi tersebut, ada baiknya kamu ketahui lagi definisi dari gejala berkepanjangan – sekaligus indikasinya yang kerap dialami. National Health Service (NHS) mengartikan long Covid sebagai gejala-gejala virus corona yang muncul pasca pemulihan dari infeksi virus tersebut.
Tak semuanya sama, namun kondisi tersebut dapat berlangsung selama berhari-hari, beberapa minggu – biasanya sampai 12 minggu, sampai berbulan-bulan lamanya. Bukan hanya pasien Covid-19 dengan gejala berat saja yang berisiko mengalami long Covid, namun semua pasien juga punya risiko yang sama.
Menurut Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Amerika Serikat (CDC), gejala-gejala long Covid mencakup:
- Sesak napas
- Kelelahan
- Gejala yang memburuk setelah aktivitas fisik atau mental
- Kesulitan berpikir atau berkonsentrasi – disebut juga sebagai brain fog
- Batuk
- Sakit dada atau perut
- Sakit kepala
- Detak jantung cepat atau berdebar
- Nyeri sendi atau otot
- Kesemutan
- Diare
- Masalah tidur
- Demam
- Pusing saat berdiri
- Ruam di kulit
- Mood swing
- Perubahan pada indra penciuman dan pengecapan
- Perubahan siklus haid
Hasil Riset Soal Long Covid Pada Anak
Dilansir Science Media Center, sebuah riset terbaru yang dipimpin oleh University College London dan Public Health England ingin mengetahui korelasi long Covid pada anak-anak yang terinfeksi SARS-CoV-2. Riset ini belum diulas sejawat – atau peer review yang diterbitkan di jurnal mana pun.
Penelitian bertajuk Children and young people with Long Covid (CLoCK) tersebut menyertakan sebanyak 6.804 partisipan anak berusia 11-17 tahun di Inggris. Partisipan anak dibagi menjadi dua kelompok:
- Sebanyak 3.065 anak dites positif Covid-19 lewat PCR antara Januari dan Maret 2021
- Sebanyak 3.739 anak dites negatif Covid-19 lewat PCR pada periode yang sama
Hasilnya, para peneliti di Inggris menemukan bahwa kelompok anak yang positif Covid-19 ternyata dua kali lebih mungkin melaporkan tiga – atau lebih gejala virus corona dalam 15 minggu. Hal ini mengisyaratkan long Covid di kalangan pasien anak dan remaja.
Di antara anak-anak yang dites positif Covid-19, sebanyak 14 persen partisipan anak melaporkan gejala long Covid, seperti kelelahan ekstrem dan sakit kepala. Para peneliti kemudian mencatat bahwa 1 dari 7 anak atau 7 persen mengalami 5 atau lebih gejala berkepanjangan.
Gejala Berkepanjangan Bisa Dipengaruhi Kondisi Fisik dan Mental
Credit Image - news.detik.com
Dilansir BBC, dari kelompok anak-anak yang ikut dalam penelitian tersebut, yang lebih mungkin melaporkan gejala berkepanjangan adalah anak-anak berusia remaja yang memiliki kesehatan fisik dan mental yang buruk.
Para peneliti melihat bahwa anak-anak dan remaja sedang berjuang untuk terbiasa dengan gangguan fisik ringan secara mental. Namun, tes positif Covid-19 membuat mereka lebih tertekan. Bahkan, 41 persen partisipan anak yang positif virus corona merasa sedih, khawatir, dan tidak bahagia.
Para peneliti juga mengerti bahwa pandemi membawa efek negatif dan destruktif pada kaum anak-anak dan remaja. Pasalnya, pandemi menyebabkan penutupan sekolah, kehilangan interaksi sosial bagi remaja, hingga kekhawatiran akan risiko infeksi virus yang menghantui.
Anak dan Remaja Mesti Segera Divaksinasi
Agar anak-anak dan remaja dapat beraktivitas kembali, sekaligus menurunkan risiko mengalami risiko gejala berkepanjangan – kalau terinfeksi virus, ada baiknya kelompok tersebut mesti segera diberikan vaksinasi.
Saat ini, sudah semakin banyak bukti keamanan vaksin untuk kalangan anak dan remaja, yang dimulai dari usia 12 sampai 15 tahun. Untuk itu, ketimbang menunggu long Covid, ada baiknya pertimbangkan pencegahan virus corona terhadap anak dan remaja yang juga harus diutamakan.
Namun, setelah mendapatkan vaksinasi – anak pun tetap harus menjalani protokol kesehatan. Pasalnya, angka vaksinasi yang masih cukup rendah membuat risiko infeksi masih tinggi – sebab, herd immunity belum dapat terbentuk. Jadi, menjalani protokol kesehatan juga masih penting dilakukan.
Ajak Si Kecil untuk menjalani protokol kesehatan, yaitu memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas – hindari bepergian kecuali untuk urusan mendesak.
Selain menerapkan protokol kesehatan – dan juga menjalani gaya hidup sehat, seperti memiliki pola makan bergizi seimbang, rutin berolahraga — aktif bergerak bisa kurangi risiko infeksi virus, miliki waktu tidur yang cukup dan berkualitas, serta kelola stres dengan baik – usai vaksin anak juga masih harus mendapat asupan suplemen.
Adapun suplemen yang baik dikonsumsi, yaitu suplemen jenis imunomodulator. Ini merupakan jenis suplemen yang dapat membantu meningkatkan pembentukan sistem imun, atau menahan laju pembentukan sistem imun ketika tubuh merasa sudah terbentuk sistem imun dalam jumlah cukup.
Untuk anak, orangtua dianjurkan memberi asupan multivitamin dengan kandungan lengkap, seperti Enervon-C Plus Sirup. Multivitamin andalan ini mengandung Vitamin A, Vitamin B Kompleks (Vitamin B1, Vitamin B2, Vitamin B6, Vitamin B12), Vitamin C, dan Vitamin D – multivitamin anak andalan ini bisa bantu penuhi nutrisi selama masa pertumbuhan anak, sekaligus jaga imunitasnya.
Risiko gejala berkepanjangan pada anak memang cukup tinggi. Jadi, tetap pastikan Si Kecil mematuhi prokes, sekaligus menjaga sistem kekebalan tubuhnya agar tak mudah terinfeksi virus berbahaya!
Featured Image – okemom.com
Source – popmama.com