Katanya Vaksin Gak Nampol Hindari Long Covid? Ini Faktanya!
Tahukah kamu bahwa vaksinasi Covid-19 berhasil memecahkan rekor di sejarah kesehatan manusia? Ya, ini dikarenakan vaksin tersebut diramu dalam waktu setahun sebagai tameng utama dari infeksi SARS-CoV-2.
Meski sudah divaksinasi lengkap sekaligus mendapat booster, kamu tetap tidak boleh lengah, karena masih bisa terinfeksi. Fenomena ini disebut breakthrough infection. Bahkan, usai vaksin kamu masih bisa terkena gejala berkepanjangan.
Jadi, vaksin Covid-19 kurang ampuh dong untuk menangkal long Covid? Jangan langsung ambil kesimpulan, yuk, cek dulu sejumlah faktanya di ulasan berikut ini!
Sebuah Studi Menguji Belasan Juta Partisipan
Credit Image - rdk.fidkom.uinjkt.ac.id
Long Covid menjadi fenomena umum akibat virus corona. Namun, apakah hal ini juga berlaku sama terhadap mereka yang sudah divaksinasi? Dimuat dalam jurnal Nature Medicine pada Mei 2022, inilah yang coba dijawab oleh para peneliti Amerika Serikat (AS) dari VA Saint Louis Health Care System.
Menggunakan data dari US Department of Veterans Affairs pada Januari–Desember 2021, penelitian bertajuk "Long Covid after breakthrough SARS-CoV-2 infection" ini melibatkan sebanyak 13.482.547 partisipan. Para partisipan terbagi menjadi:
- Infeksi breakthrough: 33.940 partisipan.
- Pasien Covid-19 yang tak divaksinasi: 113.474 partisipan.
- Tak terinfeksi COVID-19/kontrol: 13.335.133 partisipan yang terbagi menjadi:
- Dari masa pandemi Covid-19: 4.983.491 partisipan.
- Sebelum masa pandemi Covid-19: 5.785.273 partisipan.
- Sudah divaksinasi Covid-19: 2.566.369 partisipan.
Para partisipan yang mengalami infeksi breakthrough diketahui telah mendapatkan vaksinasi komplet. Vaksinasi komplet (berdasarkan panduan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS/CDC) adalah satu dosis vaksin Janssen (Ad26.COV2.S) atau dua dosis vaksin Pfizer-BioNTech (BNT162b2) atau Moderna (mRNA-1273).
Masih Ada Risiko Kematian Akibat Covid-19 Meski Sudah Vaksin
Para peneliti lalu memantau partisipan dalam kelompok infeksi breakthrough hingga 6 bulan setelah Covid-19. Pada 30 hari pertama, para peneliti menemukan bahwa kelompok infeksi breakthrough memiliki risiko kematian 75 persen lebih tinggi dan risiko satu gejala long Covid sampai 50 persen.
Dibanding kelompok kontrol yang tak memiliki riwayat Covid-19, para partisipan infeksi breakthrough memiliki risiko gejala berkepanjangan, seperti:
- Gangguan pernapasan (148 persen).
- Gangguan hematologis dan koagulasi (143 persen).
- Kelelahan (100 persen).
- Gangguan kardiovaskuler (74 persen).
- Gangguan neurologi (69 persen) .
- Gangguan pencernaan (63 persen).
- Gangguan muskoskeletal (53 persen).
- Gangguan mental (46 persen).
- Gangguan metabolisme (46 persen).
Selain itu, tidak ada perbedaan risiko antara vaksin Moderna, Pfizer-BioNTech, atau Janssen. Vaksin Pfizer dan Moderna ditemukan ampuh mengurangi risiko satu gejala long Covid di bagian pernapasan dan non-pernapasan meski tidak signifikan.
Dibanding yang Tak Divaksin, Mendapat Vaksinasi Bisa Turunkan Risiko Long Covid
Credit Image - fk.ui.ac.id
Para peneliti membandingkan kelompok infeksi breakthrough dengan pasien Covid-19 yang tak divaksinasi. Hasilnya pun tak mencengangkan, yaitu mereka yang mengalami infeksi breakthrough memiliki risiko kematian dan long Covid lebih kecil, masing-masing 6,6 persen dan 8,5 persen.
Selain itu, para peneliti juga membandingkan gejala long Covid seperti brain fog dan kelelahan dalam kedua kelompok tersebut. Berita buruknya, para peneliti tak menemukan perbedaan gejala antara mereka yang sudah divaksinasi atau tidak divaksinasi lalu terkena virus corona.
Tapi, Studi Ini Masih Perlu Pengkajian Lebih Lanjut
Meski studi ini memuat partisipan dalam jumlah besar, para peneliti mencatat bahwa butuh penelitian lebih jauh. Apalagi, mengingat bahwa pandemik Covid-19 amat dinamis dan tak bisa diduga, terlebih dengan kemunculan varian serta subvarian baru dan program booster yang terus berjalan.
Menurut para peneliti, ada berbagai faktor yang memengaruhi hal ini. Apakah vaksin akan terus ditingkatkan? Lalu, efikasi vaksin yang menurun seiring waktu, strategi booster, hingga temuan perawatan Covid-19 juga meningkat seiring dengan perkembangan SARS-CoV-2.
Usai Vaksin, Langkah Pencegahan Masih Harus Dilakukan!
Credit Image - suarasurabaya.net
Banyak ahli yang menyarankan bahwa langkah pencegahan masih harus dilakukan, sehingga risiko terinfeksi bisa diminimalisir – begitu pula dengan kondisi gejala berkepanjangan. Untuk itu, ada baiknya kamu terus melakukan langkah pencegahan, seperti tetap memakai masker dan rutin mencuci tangan.
Selain itu, optimalkan daya tahan tubuhmu dengan menerapkan pola makan sehat yang dimulai dari mengonsumsi makanan bergizi, rutin berolahraga, dan istirahat yang cukup. Serta, lengkapi hidup sehat dengan rutin mengonsumsi multivitamin Enervon Active.
Enervon Active mengandung non-acidic Vitamin C 500 mg, Vitamin B Kompleks (Vitamin B1, Vitamin B2, Vitamin B6, Vitamin B12), Niacinamide, Kalsium Pantotenat, dan Zinc.
Kandungan vitamin C di dalamnya dapat membantu menjaga kekebalan tubuh agar tidak mudah sakit. Selain itu, kandungan vitamin B kompleksnya akan membantu optimalkan proses metabolisme, sehingga tubuh dapat memperoleh energi yang lebih tahan lama, sehingga tak mudah lelah saat beraktivitas!
Yuk, segera dapatkan multivitamin andalan satu ini dengan mengunjungi official store Enervon, ya.
Meski vaksin tidak bisa melindungi seutuhnya dari infeksi Covid-19, tapi langkah ini bisa menghindari risiko berbahaya hingga fatal. Setelah vaksin, ada baiknya pula kamu tetap menerapkan pencegahan agar perlindungan makin maksimal!
Featured Image – timesofindia.indiatimes.com
Source – idntimes.com